Cegah Insiden Pendaki Cartensz Pyramid Berulang, Begini Cara Menolong Korban Hipotermia
Tragedi Pendakian di Puncak Carstensz Pyramid dan Ancaman Hipotermia
Kejadian tragis yang menimpa dua pendaki wanita, Lilie Wijaya dan Elsa Laksono, di Puncak Carstensz Pyramid kembali mengingatkan kita akan bahaya hipotermia dalam aktivitas pendakian. Kedua pendaki tersebut kehilangan nyawa akibat kondisi ini, yang terjadi ketika suhu tubuh turun drastis akibat paparan udara dingin dalam waktu lama.
Menurut dr. Faisal Parlindungan, Sp.PD, dokter spesialis penyakit dalam dari RS Universitas Indonesia (RSUI), hipotermia terjadi saat suhu tubuh seseorang turun di bawah 35°C. Hal ini bisa sangat berbahaya karena tubuh kehilangan kemampuannya untuk mempertahankan panas, sehingga mengganggu berbagai fungsi organ vital.
Gejala hipotermia bisa bervariasi tergantung pada tingkat keparahannya. Pada tahap ringan, di mana suhu tubuh berada di kisaran 32–35°C, penderita biasanya mengalami menggigil, kulit tampak pucat dan terasa dingin, bicara melambat atau terdengar cadel, serta detak jantung dan pernapasan yang sedikit meningkat. Selain itu, penderita juga bisa mengalami kebingungan ringan serta kesulitan berkonsentrasi.
Ketika memasuki tahap hipotermia sedang, yaitu saat suhu tubuh turun ke kisaran 28–32°C, gejalanya menjadi lebih serius. Menggigil mungkin mulai berkurang atau bahkan hilang sama sekali karena tubuh kehilangan kemampuannya untuk menghasilkan panas. Penderita juga akan mengalami detak jantung yang melambat, koordinasi tubuh terganggu, kesulitan berjalan, bicara tidak jelas, disorientasi, bahkan menunjukkan perilaku aneh seperti melepas pakaian meskipun dalam kondisi kedinginan.
Sementara itu, pada tahap hipotermia berat, yaitu saat suhu tubuh turun di bawah 28°C, penderita biasanya mengalami kehilangan kesadaran, gangguan irama jantung, serta respons tubuh yang semakin lemah. Bahkan, pernapasan dan denyut jantung bisa menjadi sangat lambat atau sulit dideteksi, dan pupil mata melebar serta tidak bereaksi terhadap cahaya.
Langkah Pertolongan untuk Pendaki yang Mengalami Hipotermia
Menolong seseorang yang mengalami hipotermia memerlukan tindakan cepat dan tepat agar kondisi tidak semakin memburuk. Langkah pertama yang perlu dilakukan adalah segera memindahkan penderita ke tempat yang lebih hangat dan terlindung dari angin, hujan, atau salju.
“Hal utama yang harus dilakukan adalah menghentikan kehilangan panas dan membantu tubuhnya untuk kembali hangat,” jelas dr. Faisal. Jika ada tenda, penderita harus segera dimasukkan ke dalamnya. Namun, jika tidak ada tempat berlindung yang memadai, barang-barang seperti tas atau benda lainnya bisa digunakan sebagai penghalang untuk mengurangi paparan angin.
Jika pakaian penderita basah, sebaiknya segera diganti dengan pakaian yang kering. Jika tidak tersedia pakaian pengganti, tubuhnya bisa dibungkus dengan jaket tebal atau sleeping bag untuk menjaga kehangatan. Selain itu, selimut darurat atau emergency blanket juga bisa digunakan untuk membantu mempertahankan suhu tubuh penderita.
Metode lain yang efektif adalah memberikan kompres hangat dengan meletakkan botol berisi air hangat di bagian tubuh tertentu, seperti ketiak, leher, dan selangkangan, karena area ini memiliki pembuluh darah besar yang dapat membantu menyebarkan panas ke seluruh tubuh.
Jika penderita masih dalam kondisi sadar, ia bisa diberikan minuman hangat non-alkohol dan non-kafein, seperti teh manis atau cokelat panas. Makanan tinggi kalori seperti cokelat atau kacang juga dapat membantu tubuh menghasilkan panas tambahan.
Setelah melakukan langkah-langkah tersebut, kondisi penderita harus terus dipantau untuk memastikan suhu tubuhnya kembali ke kisaran normal (36–37°C). Pemeriksaan denyut jantung, tekanan darah, dan pernapasan juga penting untuk mendeteksi adanya komplikasi yang mungkin terjadi akibat hipotermia.
“Hipotermia dapat menyebabkan gangguan ritme jantung atau aritmia, serta tekanan darah rendah. Oleh karena itu, penting untuk mengamati apakah penderita menunjukkan tanda-tanda gangguan kognitif seperti kebingungan atau bicara yang tidak jelas,” tambah dr. Faisal.
Jika penderita tidak menunjukkan respons, bernapas sangat pelan, atau bahkan tidak bernapas sama sekali, resusitasi jantung dan paru (CPR) atau pijat jantung harus segera dilakukan. Dalam situasi seperti ini, mencari bantuan medis profesional secepat mungkin adalah langkah yang sangat krusial agar nyawa penderita dapat terselamatkan.
Hipotermia: Ancaman yang Harus Diwaspadai di Alam Bebas
Kejadian di Puncak Carstensz Pyramid ini menjadi pengingat bagi para pendaki bahwa hipotermia bukanlah hal yang bisa dianggap remeh. Kondisi ini bisa berkembang dengan cepat, terutama di lingkungan dengan suhu ekstrem, sehingga pencegahan menjadi langkah terbaik.
Beberapa cara untuk menghindari hipotermia selama pendakian antara lain mengenakan pakaian berlapis yang mampu menjaga suhu tubuh, membawa perlengkapan darurat seperti sleeping bag dan selimut thermal, serta selalu memastikan tubuh tetap kering dan mendapat asupan makanan serta minuman yang cukup.
Keselamatan dalam pendakian bukan hanya soal kesiapan fisik, tetapi juga pengetahuan tentang potensi bahaya yang bisa terjadi di alam bebas. Dengan memahami risiko hipotermia dan cara mengatasinya, para pendaki bisa lebih siap dalam menghadapi kondisi darurat serta mengurangi kemungkinan tragedi serupa terulang di masa depan.
sumber: liputan6
Berita selengkapnya dapat Anda akses melalui Aruna9news.com