BIO FARMA MASIH BERJUANG: KERUGIAN HOLDING BUMN FARMASI CAPAI RP 1,16 TRILIUN DI 2024
Meski Mengalami Perbaikan, Raksasa Farmasi Nasional Terus Mencari Strategi Pemulihan Pascapandemi
PT Bio Farma (Persero) sebagai pemimpin holding BUMN Farmasi masih harus berjuang keras untuk keluar dari zona merah keuangan sepanjang tahun 2024. Dalam pertemuan dengan Komisi VI DPR RI pada Kamis (8/5/2025), Direktur Utama Bio Farma, Shadiq Akasya, mengungkapkan bahwa perusahaan masih mencatatkan kerugian signifikan meskipun menunjukkan tren perbaikan dibandingkan tahun sebelumnya.
“Dari sisi EBITDA, kami memang masih mengalami tekanan dengan angka minus Rp190 miliar di tahun 2024. Meski demikian, kondisi ini lebih baik dibandingkan tahun 2023 yang mencapai minus Rp470 miliar,” jelas Shadiq dalam Rapat Dengar Pendapat dengan anggota dewan.
Bila melihat perjalanan kinerja keuangan Bio Farma Group selama beberapa tahun terakhir, terlihat jelas bagaimana pandemi Covid-19 telah memberikan dampak signifikan pada operasional perusahaan. Pada masa puncak pandemi tahun 2021, holding ini mencatatkan laba mengesankan sebesar Rp1,94 triliun, namun mulai mengalami penurunan drastis pada tahun-tahun berikutnya.
“Tahun 2022 masih ada laba sekitar Rp500 miliar, tetapi pada 2023 kondisi menjadi sangat menantang dengan kerugian mencapai Rp2,04 triliun,” ungkap Shadiq. “Di tahun 2024 ini, meskipun masih rugi Rp1,16 triliun, kami melihat tren perbaikan dengan pengurangan kerugian hampir 50% dibandingkan tahun sebelumnya.”
Dari keseluruhan entitas dalam holding, hanya PT Bio Farma (Persero) sebagai induk perusahaan yang masih mampu membukukan laba. Sementara anak-anak perusahaan seperti PT Kimia Farma Tbk, PT Indofarma Tbk, dan PT Industri Nuklir Indonesia (Inuki) masih terjebak dalam kerugian.
“Kimia Farma hampir di semua lini bisnisnya masih mencatatkan angka negatif. Indofarma sedang dalam proses PKPU homologasi, dan anak usahanya, IGM (Indofarma Global Medika) telah dinyatakan pailit. Sementara Inuki telah menghentikan operasi, sehingga kita harus membiayai kebutuhan operasionalnya,” tambah Shadiq.
Meski menghadapi tantangan berat, Bio Farma mulai menunjukkan titik cerah pada awal 2025. Sepanjang kuartal I-2025, holding farmasi pelat merah ini berhasil membukukan pendapatan sebesar Rp3,66 triliun dengan laba bersih mencapai Rp380 miliar, menandai awal yang positif untuk tahun finansial berjalan.
Shadiq menjelaskan bahwa masa transisi pascapandemi Covid-19 memunculkan berbagai beban impairment yang mempengaruhi kinerja perusahaan. Namun, di balik tantangan tersebut, peluang baru mulai terbuka dengan kebijakan Kementerian Kesehatan Arab Saudi yang mewajibkan vaksinasi Covid bagi jemaah haji dan umrah.
“Alhamdulillah, kebijakan ini membuka peluang besar bagi kami sebagai produsen vaksin. Saat ini kewajiban vaksinasi masih berlaku untuk jemaah haji yang berjumlah sekitar 240 ribu orang per tahun. Jika nantinya diterapkan juga untuk jemaah umrah yang mencapai 1,8 juta orang per tahun, tentu ini akan menjadi pasar potensial yang sangat menjanjikan,” papar Shadiq dengan optimis.
Untuk memastikan kualitas produk, Bio Farma secara konsisten melakukan uji stabilitas pada produk-produk vaksin serta bahan bakunya. “Kami berkomitmen penuh untuk memenuhi seluruh persyaratan dan mendapatkan izin dari BPOM sebelum memasarkan produk kami,” tegasnya.
Melihat ke depan, manajemen Bio Farma tetap optimistis bahwa strategi restrukturisasi bisnis yang sedang dijalankan akan membawa holding BUMN Farmasi ini kembali ke jalur pertumbuhan yang berkelanjutan. Dengan kombinasi efisiensi operasional, inovasi produk, dan perluasan pasar internasional, Bio Farma bertekad untuk kembali mengukir kinerja positif dalam beberapa tahun ke depan.
“Transformasi bisnis memang tidak mudah dan membutuhkan waktu, tapi kami yakin dengan dukungan semua pihak, Bio Farma akan kembali menjadi kebanggaan nasional dalam industri farmasi,” tutup Shadiq.
Sumber : cnbcindonesia.com
Berita selengkapnya dapat Anda akses melalui aruna9news.com