Sistem Pendakian Gunung Berdasarkan Kesulitan Jalur Akan Segera Diberlakukan

Last Updated: 3 Juli 2025By Tags: ,

Aturan Baru Pendakian Gunung Berdasarkan Tingkat Kesulitan Segera Diberlakukan

Pemerintah berencana menerapkan persyaratan pendakian gunung yang disesuaikan dengan tingkat kesulitan jalur pendakian. Langkah ini diharapkan dapat meningkatkan aspek keamanan dan keselamatan bagi para pendaki di berbagai gunung di Indonesia.

Direktur Pemanfaatan Jasa Lingkungan Kawasan Konservasi, Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) Kementerian Kehutanan, Nandang Prihadi, menyampaikan bahwa kebijakan ini akan segera diberlakukan.

“Rencana ini akan segera diterapkan,” ujar Nandang saat dihubungi KompasTravel pada Rabu malam (2 Juli 2025).

Meski belum menjelaskan rincian aturan tersebut, Nandang menyebut saat ini Kementerian Kehutanan masih menyusun kajian guna menentukan klasifikasi tingkat kesulitan pendakian serta kriteria pendaki yang sesuai dengan tiap tingkatan tersebut. Draft kebijakan ini nantinya akan dirumuskan bersama sejumlah pihak terkait.

Beberapa organisasi seperti Asosiasi Pemandu Gunung Indonesia (APGI) dan Federasi Mountaineering Indonesia (FMI) akan dilibatkan dalam pembahasan regulasi tersebut. “Setelah mencapai kesepakatan, baru aturan ini akan diimplementasikan,” tambah Nandang.

Ketentuan pendakian berbasis level kesulitan ini hanya akan diterapkan di gunung-gunung yang berada di bawah pengelolaan Kementerian Kehutanan.

Dukungan dari Praktisi dan Akademisi

Ade Wahyudi, seorang praktisi pendakian yang juga anggota Mahasiswa Pecinta Alam Universitas Indonesia (Mapala UI), menyambut baik rencana tersebut. Ia menyebut aturan ini sebagai langkah positif untuk menambah instrumen penyaringan awal bagi calon pendaki.

“Pendekatan yang mempertimbangkan tingkat kesulitan jalur adalah ide yang bagus, karena dapat menjadi alat ukur dalam proses seleksi awal pendaki,” ujar Ade yang biasa disapa Dewe.

Namun demikian, ia menekankan pentingnya kajian akademis agar penetapan kriteria tersebut tidak bersifat subjektif dan bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

Sebelumnya, Menteri Kehutanan Raja Antoni juga mengungkapkan gagasan untuk mengatur prasyarat pendakian gunung dengan mempertimbangkan tingkat kesulitan masing-masing jalur.

Dalam sebuah rapat pada Rabu (2 Juli 2025), Raja Antoni menyampaikan bahwa aturan ini bertujuan untuk meningkatkan keselamatan para pendaki, mengingat kondisi geografis dan jalur pendakian di Indonesia sangat bervariasi.

Komitmen untuk Evaluasi Sistem Pendakian

Ide tersebut merupakan bagian dari komitmen pemerintah dalam melakukan perbaikan menyeluruh terhadap sistem keselamatan pendakian, terutama di kawasan Taman Nasional.

“Saya ingin ada pembenahan serius pada sistem pengelolaan pendakian di Taman Nasional. Pendakian makin diminati, dan ini juga berarti risiko kecelakaan semakin meningkat,” ujar Raja Antoni.

Ia menyebutkan, hampir setiap bulan ada insiden di gunung yang menelan korban jiwa. Oleh sebab itu, perlunya penyesuaian antara kapasitas pendaki dan kondisi medan yang akan dihadapi.

Pelibatan Berbagai Pihak Lapangan

Dalam rapat tersebut, Raja Antoni turut mengundang beberapa perwakilan dari komunitas penyelamat dan pencinta alam, antara lain Abdul Haris Agam dan Herna Hadi Prasetyo dari Rinjani Squad, Mustiadi dari EMHC, serta Samsul Padli dari Unit SAR Lombok Timur.

Hadir pula Direktur Pemanfaatan Jasa Lingkungan Kawasan Konservasi, Kepala Balai Taman Nasional Gunung Rinjani Yarman, dan jajaran Kementerian Kehutanan.

Raja Antoni menegaskan pentingnya merumuskan secara jelas konsep “keselamatan sebagai prioritas utama” dalam pendakian. Ia menilai, panduan keselamatan harus dibuat secara partisipatif dengan melibatkan para pelaku lapangan seperti pemandu gunung (guide), porter, dan petugas taman nasional.

Teknologi untuk Mendukung Keselamatan

Sebagai bagian dari upaya evaluasi, pemerintah juga berencana menambahkan elemen-elemen keselamatan baru, seperti papan informasi (sign board) dan penggunaan gelang identifikasi berbasis frekuensi radio atau RFID (Radio Frequency Identification).

Ia secara khusus menekankan pentingnya penerapan gelang RFID di Gunung Rinjani, menyusul implementasi serupa yang telah dilakukan di Gunung Merbabu. “Penerapan RFID di Rinjani harus segera dijalankan,” tegasnya.

Meningkatnya Kecelakaan Pendakian

Peningkatan popularitas aktivitas pendakian di Indonesia turut dibarengi dengan peningkatan insiden kecelakaan. Dalam kurun waktu sepekan terakhir saja, tercatat tiga kejadian pendakian yang menyebabkan korban meninggal dunia, yakni di Gunung Rinjani (NTB), Gunung Muria (Jateng), dan Gunung Salak (Jabar).

Dewe mengingatkan bahwa pendakian bukanlah aktivitas yang bebas risiko. Oleh karena itu, penting untuk menyelaraskan kemampuan pendaki dan pemandu dengan medan yang akan dihadapi guna meminimalkan potensi kecelakaan.

Dengan penerapan syarat pendakian berdasarkan tingkat kesulitan, diharapkan kegiatan mendaki gunung di Indonesia bisa lebih aman, terkontrol, dan tetap menyenangkan tanpa mengorbankan keselamatan jiwa.

Sumber : Kompas.Com

Berita selengkapnya dapat anda akses melalui aruna9news.com

Leave A Comment