Alarm Perbankan! Dana Nasabah “Kabur” ke SBN dengan Bunga Lebih Menggoda
Bayangkan ini: Kamu punya uang di rekening bank dengan bunga 4%, tapi tetanggamu mendapat 6% dari instrumen investasi lain. Apa yang akan kamu lakukan? Bingo! Inilah dilema yang kini dihadapi perbankan Indonesia saat dana nasabah mulai “berselingkuh” dengan Surat Berharga Negara (SBN)!
Drama Perebutan Dana yang Tak Berujung
Di tengah upaya Bank Indonesia menurunkan suku bunga acuan, perbankan malah kewalahan menghadapi “godaan” SBN yang menawarkan imbal hasil lebih seksi. Bayangkan saja, per Februari 2025, SBN dengan tenor 2 tahun hingga 10 tahun masih memberikan bunga di atas 6%. Sementara itu, deposito bank untuk jangka waktu serupa hanya mampu menawarkan sekitar 4%. Siapa yang tak tergoda?
“Ini seperti lomba memperebutkan hati nasabah. SBN datang dengan bunga lebih tinggi, sementara kami masih terikat regulasi,” ungkap seorang bankir sambil menghela napas panjang.
Nasabah Kaya: Pawang Dana yang Menentukan Nasib Bank
Jahja Setiaatmadja, Presiden Direktur BCA, membuka kartu dengan jujur bahwa persaingan dengan SBN untuk likuiditas memang nyata. Yang membuat keringat dingin para bankir adalah fakta bahwa di BCA saja, 200.000 nasabah kaya berkontribusi atas 70% dari total pendanaan mereka!
“Bayangkan kalau nasabah-nasabah premium ini memutuskan untuk ‘check out’ dan pindah ke SBN. Mereka ini tidak terlalu butuh instrumen jangka pendek. Bagi mereka, penempatan dana jangka panjang dengan bunga tinggi adalah surga investasi,” jelas Jahja dengan nada was-was.
Data juga berbicara nyata: deposito BCA pada Januari 2025 tercatat Rp 195,4 triliun, turun dari periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 205,93 triliun. Sementara itu, kepemilikan individu di SBN meroket 25,79% menjadi Rp 576,92 triliun. Coincidence? We think not!
Perang Bunga yang Tak Terelakkan
Bank Raya juga mengakui bahwa mereka harus berjuang keras menghadapi iming-iming SBN. Kicky Andrie Davetra, Direktur Bisnis Bank Raya, membuka tabir strategi mereka: “Kami harus memberikan imbal hasil yang menarik untuk bersaing. Obligasi-obligasi sekarang bermain di 6% sampai 9%, sedangkan BI rate di 5,75%. Likuiditas akhirnya tersedot ke sana!”
Bahkan insentif likuiditas makroprudensial dari BI pun tidak banyak membantu bank-bank tertentu yang eksposur kreditnya tidak banyak ke sektor prioritas.
Apakah Ini Akhir dari Dana Perbankan?
Tentu tidak! Efdinal Alamsyah, Direktur Kepatuhan Bank Oke, dengan optimis menegaskan bahwa perebutan likuiditas tidak selalu berarti dana nasabah otomatis pindah ke SBN. “Bank-bank tidak akan tinggal diam. Kita akan berusaha mempertahankan dana nasabah dengan berbagai insentif menarik,” tegasnya.
Tapi ia juga mengingatkan dengan nada tegas: “Tapi kalau bank hanya diam dan tidak melakukan apa-apa, bisa saja dana nasabah pindah.” Ini seperti pengingat keras bahwa di dunia perbankan modern, inovasi adalah kunci untuk bertahan.
Saat perebutan dana ini terus berlangsung, satu pertanyaan menarik untuk direnungkan: Apakah Anda termasuk nasabah yang loyal atau sudah mulai melirik SBN dengan imbal hasil menggodanya? Keputusan ada di tangan Anda, tapi bank-bank pastinya berharap Anda tetap setia di saat godaan investasi lain mengintai di setiap sudut!
Sumber : Kontan.co.id
Berita selengkapnya dapat Anda akses melalui aruna9news.com