Bareskrim Polri Ungkap Sindikat Penyelewengan BBM Subsidi di Kolaka, Kerugian Negara Capai Rp 105 Miliar
Dittipidter Bareskrim Polri menggelar konferensi pers terkait kasus penyelewengan BBM subsidi di Kolaka, Sulawesi Tenggara. Investigasi mengungkap adanya penyalahgunaan distribusi yang berdampak pada kerugian negara dan masyarakat, menunjukkan lemahnya pengawasan tata kelola BBM di wilayah tersebut.
Brigjen Pol Nunung, Dirtipidter Bareskrim Polri, mengungkapkan bahwa tim penyidik menemukan gudang penimbunan BBM subsidi ilegal di Lorong Teppoe, Kelurahan Balandete, Kecamatan Kolaka. Barang bukti yang disita meliputi tiga truk tangki, tandon penyimpanan, serta solar subsidi yang disalahgunakan. Selain itu, ditemukan alat pemindah BBM yang digunakan untuk menjual bahan bakar subsidi secara ilegal.
Modus operandi kejahatan ini melibatkan pemindahan solar subsidi dari truk tangki yang seharusnya dikirim ke SPBU dan SPBU-Nelayan ke gudang penampungan tanpa izin. BBM tersebut kemudian dipindahkan ke tangki industri untuk dijual dengan harga non-subsidi. Selain itu, para pelaku diduga memanipulasi sistem GPS pada truk pengangkut guna mengelabui sistem pengawasan distribusi BBM.
Dari hasil penyelidikan, aparat menyita 10.957 liter BBM subsidi yang merupakan sisa hasil penyalahgunaan. Sebanyak 15 saksi telah diperiksa, sementara beberapa pihak diduga terlibat, termasuk oknum dari PT Pertamina, pemilik SPBU-Nelayan, serta penyedia armada pengangkut BBM.
Di antara terduga pelaku adalah Sdr. BK, yang mengelola gudang penimbunan ilegal, serta Sdr. A, pemilik SPBU-Nelayan di Kecamatan Poleang Tenggara, Kabupaten Bombana. Sementara itu, Sdr. T diduga bertanggung jawab atas penyediaan armada truk pengangkut, dan oknum pegawai PT PPN disinyalir membantu dalam penebusan BBM subsidi ke PT Pertamina.
Kasus ini diperkirakan telah menyebabkan kerugian negara lebih dari Rp 105 miliar dalam dua tahun terakhir di Kolaka saja. Brigjen Pol Nunung menegaskan bahwa penyidikan akan terus dikembangkan untuk mengungkap pelaku lain yang terlibat.
Pelaku dapat dijerat hukuman pidana hingga enam tahun penjara dan denda maksimal Rp 60 miliar, sesuai dengan Pasal 40 UU Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja.
“Pengungkapan ini membuktikan komitmen kami dalam memberantas penyalahgunaan BBM subsidi yang merugikan negara dan masyarakat serta mengancam ketahanan energi nasional,” tegas Brigjen Pol Nunung.