Bukannya Mengungsi Warga Justru Nonton Erupsi Semeru dari Dekat

Aktivitas Gunung Semeru masih berada pada Level IV atau status Awas. Pada periode pengamatan 26–27 November, tercatat 11 kali letusan dengan asap putih hingga kelabu yang menjulang sekitar 1.000 meter dari puncak. Meski kondisi gunung sedang meningkat, sejumlah warga justru terlihat datang ke kawasan sekitar Semeru untuk berwisata.
Dalam laporan terbaru Badan Geologi Kementerian ESDM, erupsi Semeru masih berlangsung secara terus-menerus hingga 27 November 2025 pukul 12.00 WIB. Gunung terlihat jelas meski sesekali tertutup kabut. Selain 11 letusan berasap setinggi 1.000 meter, terjadi pula ratusan aktivitas kegempaan yang menunjukkan karakter erupsi eksplosif skala kecil hingga menengah dari Kawah Jonggring Saloka. Tercatat 251 kali gempa letusan, 11 gempa guguran, 20 gempa embusan, dan 7 gempa tektonik jauh.
Ironisnya, saat warga beberapa desa di Lumajang justru diminta mengungsi demi keselamatan, banyak orang dari luar daerah malah berdatangan untuk membuat konten dan menjadikan momen erupsi sebagai wisata dadakan. Area terdampak yang seharusnya dibatasi malah dimanfaatkan sebagai tempat berfoto dan menonton letusan.
Salah satu lokasi yang banyak diserbu adalah Jembatan Gladak Perak. Fenomena ini akhirnya membuat aparat bergerak tegas. Kapolres Lumajang, AKBP Alex Sandy Siregar, menginstruksikan anggotanya untuk menghalau warga yang datang hanya untuk berfoto atau sekadar menonton erupsi. Ia menegaskan bahwa wilayah terdampak Awan Panas Guguran (APG) adalah kawasan bencana, bukan tempat rekreasi. “Ini musibah, bukan lokasi wisata,” tegasnya, Menanggapi perilaku tersebut, pengamat sosial Prof. Dr. Bagong Suyanto menilai bahwa tindakan warga yang menjadikan bencana sebagai bahan konten menunjukkan kurangnya empati. Menurutnya, sebagian orang hanya mengejar perhatian dan viewer di media sosial. “Bencana tidak seharusnya dijadikan ajang membuat konten,” ujarnya
sumber: detikTravel
berita selengkapnya bisa anda lihat di aruna9news.com











