Guru Besar Prodi Farmasi Universitas Esa Unggul Jelaskan Dampak Besar Penemuan Nobel Kedokteran 2025 bagi Masa Depan Pengobatan

Last Updated: 9 Oktober 2025By

 

Esaunggul.ac.id, Dunia medis kembali mencatat sejarah baru. Pada 6 Oktober lalu, tiga ilmuwan cemerlang, dua dari Amerika Serikat dan satu dari Jepang, dianugerahi Hadiah Nobel Fisiologi atau Kedokteran 2025. Mereka adalah Mary E. Brunkow dari Institute for Systems Biology Seattle, Fred Ramsdell dari Sonoma Biotherapeutics San Francisco, dan Shimon Sakaguchi dari Osaka University Jepang.

Pencapaian luar biasa mereka? Mengungkap rahasia bagaimana tubuh kita mampu membedakan antara “kawan” dan “lawan” dalam pertempuran melawan penyakit.

Menurut Prof. Dr. Maksum Radji, M.Biomed., Guru Besar Prodi Farmasi FIKES Universitas Esa Unggul Jakarta, hadiah Nobel ini diberikan atas penemuan-penemuan inovatif mereka mengenai toleransi imun perifer yang mencegah sel-sel imun merusak sel tubuh kita sendiri.

Dilema Sistem Imun: Melindungi Tanpa Melukai

“Setiap hari, sistem kekebalan tubuh kita melindungi kita dari ribuan mikroba berbeda yang mencoba menyerang tubuh kita. Semua mikroba ini memiliki penampilan yang berbeda, dan banyak di antaranya memiliki kemiripan dengan sel manusia sebagai bentuk kamuflase, oleh karena itu perlu adanya regulasi dalam sistem imunitas tubuh kita,” jelas Prof. Maksum.

Ia menjelaskan bahwa sistem imun adalah garis pertahanan pertama tubuh melawan mikroorganisme patogen yang dapat membahayakan kesehatan. Pasukan utama pertahanan tubuh kita adalah sel T, yang bertugas mencari, mengidentifikasi, dan membantu mengeliminasi mikroorganisme patogen atau substansi lain yang tidak diinginkan seperti sel kanker di seluruh tubuh.

“Namun terkadang sel-T ini mengidentifikasi target yang salah dan bahkan dapat menyerang sel-sel tubuh yang sehat, sehingga dapat menyebabkan berbagai penyakit autoimun seperti diabetes tipe 1 dan lupus. Trio penerima hadiah Nobel inilah yang telah mengungkap bagaimana sistem kekebalan tubuh melindungi kita dari berbagai jenis mikroba yang mencoba menyerang tubuh kita, tanpa merusak sel-sel tubuh kita sendiri,” ungkap Guru Besar Esa Unggul ini.

Penemuan yang Mengubah Segalanya: Sel T-Regulator

Menurut Prof. Maksum, temuan fundamental para pemenang Nobel ini adalah terkait mekanisme regulasi toleransi imun perifer yaitu sel T-regulator.

“Sel T-regulator, atau T-reg, yang disebut sebagai ‘penjaga keamanan’ tubuh ini membantu menghentikan sistem imun menyerang sel-sel tubuh yang sehat,” terangnya.

Apa Fungsi Sel T-Regulator?

Menjawab pertanyaan ini, Prof. Maksum dari Esa Unggul menjelaskan bahwa sel T-regulator berperan penting dalam regulasi sistem imun agar tidak menyerang sesuatu yang tidak seharusnya. Sel-sel T-regulator (T-reg) ini memastikan bahwa sistem imun tidak secara keliru menyerang jaringan sehat.

Perjalanan penemuan ini dimulai pada 1995, ketika Prof. Shimon Sakaguchi dari Universitas Osaka melakukan eksperimen inovatif pada tikus. Dengan mengangkat kelenjar timus tikus untuk membuat tikus menderita autoimun, kemudian menyuntikkan sel-T dari tikus lain, ternyata tikus yang telah diangkat kelenjar timusnya tersebut terlindungi dari penyakit autoimun. Ini membuktikan adanya sel khusus—yaitu sel T-regulator—yang mengatur agar sistem imun tidak menyerang diri sendiri.

“Beberapa tahun kemudian, pada tahun 2001 Mary Brunkow dan Fred Ramsdell melaporkan penemuan penting lainnya, ketika mereka menjelaskan mengapa suatu galur tikus tertentu sangat rentan terhadap penyakit autoimun. Mereka menemukan bahwa tikus-tikus tersebut memiliki mutasi pada gen yang mereka beri nama Foxp3,” papar Prof. Maksum.

Lebih lanjut ia menjelaskan, mereka juga menunjukkan bahwa mutasi gen Foxp3 pada manusia mengakibatkan penyakit autoimun langka yang disebut sindrom IPEX. Sindrom ini terutama memengaruhi anak laki-laki dan ditandai dengan enteropati (masalah usus), poliendokrinopati (gangguan kelenjar endokrin seperti diabetes Tipe 1), dan dermatitis (eksim).

“Selanjutnya, para peneliti, termasuk Sakaguchi, menunjukkan bahwa gen Foxp3 penting bagi perkembangan sel T-regulator. Artinya, gen inilah yang menentukan keberadaan sel T-regulator,” ungkap Prof. Maksum.

Bagaimana Tindak Lanjut Penelitian Berikutnya?

Guru Besar Esa Unggul ini menjelaskan bahwa para peneliti dan pemerhati mengharapkan hasil penelitian para pemenang hadiah Nobel tentang wawasan penting terhadap regulasi sistem imun ini dapat membuka kemungkinan baru dalam berbagai aspek pengobatan.

Menurut Prof. Maksum, hasil penelitian trio peraih hadiah Nobel ini memberikan pemahaman dan contoh nyata bagaimana penelitian fisiologis fundamental dapat memiliki implikasi yang luas bagi kesehatan manusia. Penemuan mereka telah membuka jalan baru untuk melakukan penelitian-penelitian translasional yang menggabungkan aspek penelitian ilmu dasar dengan aspek klinik yang sangat dibutuhkan.

Dampak untuk Pencegahan dan Pengobatan

Prof. Maksum merinci bahwa penemuan ini berdampak pada:

  1. Penyakit Autoimun Pengembangan pencegahan dan pengobatan personal atau individual pada penyakit autoimun seperti multiple sclerosis, penyakit radang usus kronis, diabetes tipe 1, dan rheumatoid arthritis.
  2. Pengobatan Kanker Penemuan ini juga membuka peluang untuk pengembangan terapi kanker yang lebih efektif.
  3. Transplantasi Organ Pemahaman yang lebih baik tentang sistem kekebalan tubuh dapat membantu memastikan sistem kekebalan tubuh pasien tidak menolak jaringan atau organ yang ditransplantasikan, seperti ginjal, hati, dan sumsum tulang.
  4. Terapi Tertarget Telah dikembangkan terapi tertarget atau terapi tepat sasaran untuk menargetkan respons imun secara lebih spesifik melalui rekayasa T-reg.

Lebih dari 200 Uji Klinis Sedang Berlangsung

“Saat ini, terdapat lebih dari 200 uji klinis yang melibatkan T-reg sedang berlangsung di seluruh dunia,” ungkap Prof. Maksum.

Ia menjelaskan bahwa rekayasa sel T-regulator (T-reg) juga sedang dikembangkan melalui proses modifikasi genetik pada sel T-reg untuk meningkatkan kemampuannya dalam mengendalikan respons imun, menjadikannya terapi potensial untuk penyakit autoimun, gangguan inflamasi, dan pencegahan penolakan transplantasi.

Rekayasa ini, menurut Guru Besar Esa Unggul, memungkinkan sel T-reg untuk lebih stabil, mampu bermigrasi ke jaringan tertentu, atau bertindak sebagai sensor atau penghantar obat untuk aplikasi diagnostik dan terapeutik.

Harapan untuk Masa Depan

Menutup penjelasannya, Prof. Dr. Maksum Radji, M.Biomed. menyampaikan harapannya

“Semoga penelitian-penelitian yang sedang dilakukan terutama uji kliniknya berhasil dengan baik dan memberikan manfaat sebesar-besarnya dalam upaya pencegahan dan pengobatan penyakit.”

Penemuan trio pemenang Nobel Kedokteran 2025 ini, menurut Guru Besar Farmasi Universitas Esa Unggul Jakarta, bukan hanya tentang memahami tubuh kita lebih baik, tetapi tentang membuka era baru dalam dunia pengobatan yang lebih personal dan tepat sasaran.

Universitas Esa Unggul Merupakan World Class University

Universitas Esa Unggul adalah Perguruan Tinggi Swasta terkemuka dan menjadi salah satu Universitas Swasta terbaik di Indonesia yang memiliki VISI, yaitu Menjadi perguruan tinggi kelas dunia berbasis intelektualitas, kreatifitas dan kewirausahaan yang unggul dalam mutu pengelolaan (proses) dan hasil (output) kegiatan Tri Dharma Perguruan Tinggi. Dan memiliki MISI: Menyelenggarakan pendidikan yang bermutu dan relevan, Menciptakan suasana akademik yang kondusif, Menciptakan pemimpin yang berkarakter dan berdaya saing tinggi.

Universitas Esa Unggul memiliki 10 fakultas yakni, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Fakultas Teknik, Fakultas Desain & Industri Kreatif, Fakultas Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan, Fakultas Fisioterapi, Fakultas Ilmu Komputer, Fakultas Hukum, Fakultas Psikologi, dan Fakultas Keguruan & Ilmu Pendidikan, dan ditambah Program peminatan Digital Content Creation. Esa Unggul memiliki program pembelajaran kelas Reguler, Kelas Karyawan dan Program Pendidikan Jarak Jauh.

Universitas Esa Unggul terakreditasi unggul berdasarkan SK BAN PT: 2041/SK/BAN-PT/Ak/PT/XI/2024. Universitas Esa Unggul juga meraih peringkat:

  • 3 PTS Terbaik Se-Jakarta
  • 15 PTS Terbaik Se-Indonesia
  • 46 PTN & PTS Terbaik Se-Nasional (Berdasarkan Pemeringkatan UniRank / 4ICU 2025)

Hanya Universitas Esa Unggul satu-satunya kampus di Indonesia yang mendapatkan dukungan dan kerjasama dari Arizona State University (ASU)  dalam mewujudkan visinya untuk menjadi world class university, serta menyediakan pendidikan berkualitas bagi mahasiswa di seluruh Indonesia. Dengan semangat “unggul dan berdampak,” Universitas Esa Unggul terus melangkah maju dalam menghasilkan lulusan yang profesional, berintegritas, dan siap menjawab tantangan dunia di masa kini dan masa depan.

Berita selengkapnya dapat Anda akses melalui esaunggul.ac.id – aruna9news.com

Leave A Comment