Hopeland Tempat Singgah Nyaman di Lereng Gunung Salak
Rutinitas belakangan ini terasa kian padat, membuat pikiran riuh dan hati lelah. Ada keinginan untuk sejenak berhenti, mencari ruang bernapas yang lebih lapang. Perjalanan pun akhirnya membawa saya naik ke ketinggian seribu meter di atas permukaan laut, tepat di pelukan Gunung Salak.
Di tempat itulah rasa penat perlahan luruh, berganti syukur setiap kali mata menatap ke bawah. Hopeland Camp Ground di kawasan Cijeruk menjadi persinggahan sederhana yang mengajarkan arti merawat jiwa.
Menuju Hopeland bukan perkara mudah. Dari jalan raya Cijeruk, sebuah belokan kecil sekitar 30 meter setelah SMPN 1 Cijeruk akan mengantar kendaraan melewati jalan tanah berbatu sepanjang dua kilometer. Sekolah itu bukan sekadar penunjuk arah, melainkan juga pernah menjadi posko tim gabungan, relawan, hingga jurnalis saat tragedi Sukhoi Superjet 100 tahun 2012. Dari titik itulah, jalan menanjak seakan menguji tekad setiap pengunjung: melanjutkan perjalanan atau justru berbalik arah.
Setiap hentakan roda di jalan berbatu serasa jadi bagian dari perjalanan sebelum akhirnya sampai di gerbang camp. Untuk city car, jalur ini jelas kurang bersahabat. Kendaraan dengan ground clearance tinggi atau mobil 4×4 lebih dianjurkan, terutama saat hujan yang membuat bebatuan licin.
Meski begitu, pengunjung tak perlu cemas. Pihak pengelola telah menyiapkan layanan antar-jemput menggunakan mobil 4×4 berkapasitas tujuh penumpang dengan tarif Rp450 ribu pulang-pergi. Opsi ini bukan hanya memberi rasa aman, tapi juga menambah sensasi perjalanan, seakan petualangan dimulai bahkan sebelum tiba di lokasi.
Sesampainya di lokasi, hamparan hijau langsung menyambut dengan latar megah Gunung Salak yang menjulang gagah. Hembusan udara sejuk terasa menenangkan, seakan menghapus letih setelah perjalanan panjang.
Deretan tenda tertata rapi, sebagian berdiri di lereng dengan panorama terbuka. Dari sana, gemerlap lampu kota Bogor terlihat mempesona di malam hari, berpadu kontras dengan keheningan dan dinginnya suasana pegunungan.
Waktu seolah melambat di Hopeland, memberi kesempatan bagi tubuh untuk duduk tenang, menarik napas panjang, dan membiarkan sunyi bekerja. Dari ketinggian kaki Gunung Salak, pemandangan kota yang padat membuat kita menyadari betapa kecilnya diri ini di tengah kesibukan.
Saat malam tiba, Hopeland Camp Ground berubah menjadi panggung cahaya yang memikat. Di antara tenda-tenda yang berdiri di lereng hijau, gemerlap lampu kota Bogor terlihat berkilau. Suasana semakin hangat oleh cahaya lampu kecil di gazebo, tempat keluarga dan sahabat berkumpul dan bercengkerama.
Pagi hari menghadirkan suasana berbeda. Kabut tebal turun menutupi pepohonan, udara dingin menambah kesyahduan, seakan alam mengajak pengunjung untuk melambat dan menikmati momen.
Hopeland bukan sekadar tempat berkemah. Di tengah area, terdapat Sanggar Hopeland Menari, yang melibatkan 20 anak dari Desa Cipelang untuk belajar dan menampilkan tarian Sunda. Kehadiran sanggar ini menjadikan tempat perkemahan sebagai ruang pelestarian budaya, bukan sekadar rekreasi. “Terbuka untuk tamu yang ingin ikut belajar, setiap Minggu jam 9 hingga 12 siang,” ujar Tata, pengelola Hopeland.
Bagi pencinta petualangan, Hopeland menawarkan jalur trekking menuju curug di sekitar area dan trek off-road sepanjang dua kilometer untuk menantang adrenalin. “Tidak ada tiket tambahan, kecuali off-road dikenakan tarif Rp150 ribu per mobil,” tambah Tata.
Sementara pengunjung yang ingin bersantai bisa memetik sayuran organik dari kebun, atau duduk di gazebo menikmati udara pegunungan yang menyejukkan pikiran.
Seluruh fasilitas dirancang untuk menyeimbangkan kenyamanan dengan kedekatan pada alam. Panorama Gunung Salak di siang hari dan kerlip lampu Bogor di malam hari menjadi pemandangan utama yang selalu memukau.
Di tengah keheningan itu, hal-hal sederhana terasa lebih berharga—secangkir kopi hangat, percakapan ringan dengan teman, atau menatap api unggun yang menari di malam yang dingin.
Hopeland pada akhirnya bukan sekadar destinasi wisata alam, melainkan pengalaman menikmati hidup dengan cara yang lebih sederhana. Tempat ini mengingatkan bahwa kebahagiaan tak selalu perlu dicari jauh; terkadang cukup dengan berhenti sejenak, menatap langit, dan meresapi keheningan dari ketinggian seribu meter.
sumber; detikJabar
Berita selengkapnya bisa anda lihat di aruna9news.com