Jakarta Terasa Lebih Sejuk Belakangan Ini, Ini Alasannya

Last Updated: 30 Juni 2025By Tags: ,

Mengapa Cuaca Jakarta Terasa Lebih Dingin? Ini Penjelasan dari BMKG

Dalam beberapa hari terakhir, masyarakat Jakarta dan sekitarnya merasakan suhu udara yang lebih sejuk dari biasanya. Suhu tercatat berada pada kisaran 25 hingga 27 derajat Celsius, terutama di pagi dan malam hari. Hal ini cukup mengejutkan karena terjadi pada periode yang semestinya merupakan awal musim kemarau.

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menjelaskan bahwa penurunan suhu ini dipicu oleh beberapa faktor meteorologis.

Menurut Deputi Bidang Meteorologi BMKG, Guswanto, salah satu penyebab utama udara yang lebih dingin ini adalah adanya Angin Monsun Australia. Angin ini bergerak dari arah Australia menuju wilayah Asia, melewati Indonesia serta Samudera Hindia. Karena perairan tersebut memiliki suhu permukaan laut yang lebih rendah, angin yang bertiup membawa udara kering dan minim uap air. Akibatnya, pada malam hari suhu menjadi lebih rendah karena udara tidak mampu menyimpan panas.

“Jenis angin ini cenderung kering dan sedikit mengandung uap air, sehingga membuat suhu di malam hari menjadi lebih rendah,” jelas Guswanto pada Senin (30/6).

Selain itu, kehadiran badai tropis di wilayah utara Indonesia atau sekitar timur Filipina juga memperkuat aliran angin dari Australia ke Asia. Dampaknya, kawasan barat Pulau Jawa menerima aliran udara yang lebih kuat, menyebabkan suhu udara menjadi lebih dingin.

BMKG memprediksi bahwa kondisi cuaca dingin ini kemungkinan akan berlanjut hingga akhir Juli, dengan suhu di Jakarta berkisar 25 hingga 27 derajat Celsius pada pagi sampai siang hari, dan mencapai titik terendah sekitar 25 derajat pada malam hari.

Fenomena Bediding

BMKG menyatakan bahwa kondisi dingin saat musim kemarau ini adalah sesuatu yang umum terjadi dan dikenal dengan istilah bediding, khususnya di wilayah Pulau Jawa.

Dalam perspektif klimatologi, bediding adalah fenomena yang wajar selama musim kemarau. Saat musim ini berlangsung, tutupan awan berkurang dan curah hujan menurun. Hal ini menyebabkan panas yang diserap permukaan bumi di siang hari lebih cepat dilepaskan kembali ke atmosfer pada malam hari dalam bentuk radiasi gelombang panjang. Karena langit bersih dari awan dan kelembapan udara rendah, pelepasan panas tersebut langsung menuju atmosfer luar tanpa hambatan, sehingga suhu di dekat permukaan bumi turun drastis pada malam hingga pagi hari.

“Fenomena ini lazim terjadi di wilayah-wilayah yang berada dekat garis khatulistiwa, termasuk Indonesia bagian utara,” tulis BMKG dalam keterangannya.

Meski suhu pagi hari cenderung dingin, siang harinya justru bisa terasa panas karena sinar matahari langsung mencapai permukaan bumi tanpa halangan awan atau uap air yang cukup untuk menyerap atau membiaskan panas tersebut.

Sementara itu, di wilayah selatan Indonesia seperti Jawa bagian selatan, Sumatera Selatan, Bali, NTT, dan NTB, suhu udara di siang hari juga cenderung lebih rendah dibandingkan bulan-bulan lain. Ini disebabkan oleh angin timur dari Australia yang biasanya mencapai puncaknya pada bulan Juli.

“Juli adalah periode puncak musim dingin di Australia, sehingga udara dingin dari selatan mengalir masuk ke wilayah selatan Indonesia,” ujar BMKG.

Meskipun siang hari di musim kemarau terlihat cerah tanpa awan, aliran udara dingin dari monsun Australia memiliki pengaruh yang kuat dalam menurunkan suhu udara di sejumlah daerah, termasuk Jakarta dan wilayah sekitarnya.

Sumber : CNN.Indonesia

Berita selengkapnya dapat anda akses melalui aruna9news.com

Leave A Comment