Kasus Hoaks McDonald’s: Ujian Nyata untuk Tim PR di Era Digital

1. Hoaks Makanan Non-Halal yang Viral
Beberapa hari lalu, jagat media sosial dihebohkan dengan video yang menyebut bahwa salah satu gerai McDonald’s Indonesia menggunakan bahan makanan yang tidak halal. Video tersebut pertama kali beredar di TikTok dan kemudian menyebar luas ke X (dulu Twitter) dan Instagram. Dalam waktu singkat, reputasi brand global ini pun jadi sasaran kecaman netizen, terutama karena isu halal sangat sensitif di Indonesia.
2. Reaksi Cepat Tim PR McDonald’s

Tak menunggu lama, tim Public Relations McDonald’s langsung bertindak. Mereka mengeluarkan pernyataan resmi melalui berbagai kanal, termasuk media sosial dan situs web. Dalam pernyataan itu, mereka menegaskan bahwa semua bahan makanan yang digunakan telah mendapatkan sertifikasi halal dari MUI. Langkah ini dilakukan sebagai bentuk transparansi dan pencegahan meluasnya kesalahpahaman.
3. Kolaborasi dengan Pihak Ketiga
Yang menarik, McDonald’s tidak hanya bicara sendiri. Mereka menggandeng Majelis Ulama Indonesia (MUI) untuk mengunjungi langsung dapur produksi dan mendokumentasikannya. Ini strategi yang cerdas: melibatkan otoritas terpercaya untuk membangun kembali kepercayaan publik. Dalam situasi krisis, pihak ketiga yang independen bisa menjadi jembatan komunikasi yang lebih dipercaya.
4. Pembelajaran Penting soal Crisis Communication
Kasus ini adalah studi nyata bagaimana komunikasi krisis bekerja. Tim PR harus siap 24/7, terutama di era digital ketika hoaks bisa menyebar dalam hitungan menit. Respons yang cepat, transparan, dan terstruktur menjadi kunci. PR bukan hanya soal membangun citra positif, tapi juga tentang menjaga nama baik di tengah badai isu.
5. Netizen sebagai Penguat dan Penguji

Satu hal yang tidak bisa diabaikan adalah kekuatan netizen. Mereka bisa jadi amplifier positif, tapi juga bisa menjadi penguji ketahanan brand. Menariknya, setelah klarifikasi keluar dan video hoaks dibantah, banyak netizen yang justru memuji McDonald’s karena sigap dan tidak defensif. Ini menunjukkan bahwa publik menghargai komunikasi yang jujur dan terbuka.
Baca selengkapnya di https://aruna9news.com/
Sumber: Elizabeth Gabryela Siahaan