Pasar Ayam Goreng di Indonesia Meledak: Bukti Cinta Konsumen Tanah Air pada Si Gurih Renyah.

Last Updated: 29 Mei 2025By

Indonesia dikenal sebagai negara dengan kekayaan kuliner yang luar biasa, dan satu menu yang tak pernah gagal merebut hati masyarakat adalah ayam goreng. Dari gerai sederhana pinggir jalan hingga restoran cepat saji berstandar internasional, ayam goreng terus menjadi primadona. Tak berlebihan rasanya jika menyebut pasar ayam goreng di Indonesia tengah “meledak” dalam beberapa tahun terakhir.

Menurut artikel yang dirilis CNBC Indonesia (2024), bisnis ayam di Tanah Air menjadi penopang penting dalam perputaran ekonomi domestik. Ini menunjukkan betapa ayam, khususnya ayam goreng, telah menjadi bagian dari pola konsumsi masyarakat yang sangat sulit tergantikan.

Masyarakat Indonesia terkenal dengan kecintaan terhadap makanan gurih, renyah, dan berbumbu kuat. Ayam goreng memenuhi semua kriteria itu. Selain itu, kepraktisan dan fleksibilitas ayam goreng—bisa disantap dengan nasi, mi, atau dimakan langsung dengan sambal—membuatnya mudah diterima oleh semua lapisan masyarakat.

Inovasi juga menjadi kunci. Dari ayam geprek level pedas ekstrem, ayam goreng saus Korea, hingga ayam goreng crispy keju, semua terus dikembangkan demi memenuhi rasa penasaran konsumen yang haus akan hal baru.

Berbicara tentang pasaran ayam dari dalam luar negri kini, kita bisa melihat sederet nama besar di dunia ayam goreng saling berlomba merebut pangsa pasar. KFC, McDonald’s, Texas Chicken, dan Popeyes datang dengan standar global dan sistem cepat saji. Namun, brand lokal seperti Geprek Bensu, Rocket Chicken, dan Ayam Blenger PSP juga tidak tinggal diam—mereka bermain di segmen harga terjangkau dengan cita rasa lokal yang menggugah selera.

Menariknya, beberapa brand lokal bahkan lebih fleksibel dalam berinovasi, misalnya dalam menciptakan level kepedasan ekstrem atau menu kekinian yang cepat viral di TikTok. Strategi seperti ini membuat mereka tetap relevan dan digemari oleh kalangan muda, terutama Gen Z.

Di era digital, media sosial seperti Instagram, TikTok, dan YouTube menjadi ‘panggung utama’ bagi pertarungan antar brand ayam goreng. Video ASMR ayam kriuk, tantangan makan pedas, dan endorsement artis ternama menjadi strategi pemasaran yang terbukti efektif.

Bahkan, dalam survei oleh Ipsos, 51% masyarakat Indonesia lebih suka membeli makanan jadi dibandingkan memasak sendiri, terutama untuk kuliner viral seperti ayam goreng pedas atau saus mentai. Ini membuka peluang besar bagi brand yang mampu memanfaatkan media digital secara tepat.

Fenomena ini tidak hanya dinikmati oleh korporasi besar. UMKM pun ikut merasakan dampaknya. Melalui platform seperti GoFood, GrabFood, ShopeeFood, dan TikTok Shop, banyak usaha rumahan ayam goreng yang kini dikenal luas oleh publik. Dengan resep turun-temurun dan sentuhan lokal, produk mereka memiliki keunikan yang sulit disaingi.

Kunci kesuksesan UMKM ini biasanya terletak pada keautentikan rasa dan kedekatan dengan komunitas sekitar.

Melihat tren dan data yang ada, pasar ayam goreng di Indonesia tampaknya bukan sekadar hype sesaat. Dengan populasi besar, minat masyarakat yang tinggi, dan daya beli yang cukup, ayam goreng kemungkinan besar akan terus menjadi menu favorit dalam jangka panjang.

Menurut General Manager Wingstop Indonesia dalam sebuah wawancara, selera Gen Z terhadap ayam goreng unik dan murah menjadikan mereka target pasar yang sangat potensial. Artinya, selama brand—baik besar maupun kecil—mampu berinovasi dan menjaga kualitas, roda bisnis ayam goreng akan terus berputar.

Pasar ayam goreng di Indonesia bukan hanya soal bisnis kuliner, tetapi juga tentang gaya hidup, identitas budaya, dan kreativitas tanpa batas. Baik sebagai konsumen maupun pelaku bisnis, kita semua menjadi bagian dari ekosistem lezat ini.

Jadi, sudah makan ayam goreng hari ini?

Sumber : Grandis Priya Reagan (20230502141), Mahasiswa FIKOM Universitas Esa Unggul

Berita selengkapnya dapat anda akses melalui aruna9news.com

Leave A Comment