Pemprov DKI Buka Lima Taman Selama 24 Jam, Dorong Jakarta Jadi Kota Inklusif dan Sehat
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta kini membuka lima taman kota yang bisa diakses selama 24 jam penuh. Kebijakan ini diambil untuk merespons kebutuhan masyarakat terhadap ruang terbuka hijau yang ramah, nyaman, dan dapat diakses kapan saja. Selama ini, keterbatasan ruang hijau di tengah kepadatan ibu kota menjadi tantangan utama dalam menyediakan area publik yang layak.
Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung, menyampaikan bahwa langkah ini merupakan bagian dari upaya menciptakan kota yang lebih sehat secara fisik dan mental, serta lebih layak huni. Ia menekankan bahwa taman tidak hanya sebagai tempat rekreasi, tetapi juga sebagai ruang sosial dan ekspresi warga tanpa dibatasi waktu.
Warga seperti Friska dan Maya menyambut positif kebijakan ini karena fleksibilitas waktu yang ditawarkan. Meski demikian, mereka mengingatkan pentingnya prasarana penunjang seperti penerangan yang memadai, toilet, dan sistem keamanan yang baik agar taman tetap aman digunakan pada malam hari. Mereka juga berharap taman serupa bisa hadir di wilayah padat penduduk, tidak hanya terpusat di kawasan kota.
Sejalan dengan kebijakan ini, Pemprov DKI juga memperpanjang jam operasional sejumlah perpustakaan hingga pukul 22.00 atau bahkan 23.00 WIB. Langkah ini merupakan bagian dari visi Jakarta sebagai kota literasi global, dengan mempertimbangkan keterbatasan waktu warga yang hanya bisa mengakses fasilitas publik di luar jam kerja atau sekolah.
Perpustakaan seperti yang ada di kawasan Cikini kini menjadi ruang ketiga yang mendukung aktivitas belajar dan diskusi warga. Dengan fasilitas yang nyaman dan koleksi literatur yang beragam, tempat ini menjadi pilihan utama bagi mahasiswa maupun pekerja yang membutuhkan ruang belajar alternatif. Aurelia, seorang mahasiswa, dan Rudi, karyawan swasta, mengaku terbantu dengan jam buka yang lebih panjang karena mereka bisa menyelesaikan tugas tanpa tekanan waktu.
Namun, keberhasilan kebijakan ini memerlukan kesiapan sistem pendukung, termasuk tenaga kerja untuk shift malam, keamanan, serta fasilitas yang ramah bagi lansia dan penyandang disabilitas. Pemerataan layanan juga menjadi perhatian, agar tidak terjadi ketimpangan antara pusat kota dan daerah pinggiran.
Ruang publik yang dapat diakses hingga malam hari dinilai mampu meningkatkan kualitas hidup warga. Tidak hanya membuka akses lebih luas, tetapi juga memperkuat rasa memiliki terhadap kota serta mempererat hubungan sosial. Namun, hal ini menuntut komitmen tinggi dari pemerintah dalam menjaga keamanan, kebersihan, dan keberlanjutan operasional.
Anggi Afriansyah, peneliti dari BRIN, menekankan pentingnya inklusivitas dalam pengembangan ruang publik. Menurutnya, fasilitas harus dapat digunakan oleh semua kalangan, dari anak-anak hingga lansia, termasuk mereka yang memiliki kebutuhan khusus.
Kebijakan ini juga menyoroti perlunya pengelolaan yang berkelanjutan melalui pendanaan yang cukup, pemetaan kebutuhan masyarakat secara berkala, serta koordinasi antarinstansi. Harapannya, ruang-ruang publik yang hadir bukan hanya terbuka lebih lama, tetapi juga benar-benar hidup, nyaman, dan bisa dinikmati seluruh lapisan masyarakat secara adil.
Dengan langkah ini, warga berharap Jakarta tidak hanya menjadi kota besar, tetapi juga menjadi kota yang inklusif, sehat, dan berbudaya, yang memberi ruang seluas-luasnya bagi warganya untuk belajar, berekspresi, dan bersantai—tanpa batas waktu.
Sumber : Kompas
Berita selengkapnya dapat anda akses melalui aruna9news.com