Keributan antar penggemar K-pop yang berlangsung di media sosial akhirnya memunculkan aksi saling doxing  yakni pengungkapan data pribadi seseorang secara terbuka  dan para pakar psikologi memperingatkan bahwa perilaku semacam ini termasuk bentuk bullying. Insiden tersebut tercatat di platform X (sebelumnya Twitter), di mana sejumlah akun mengunggah dan membalas pengungkapan informasi individu  mulai dari nama lengkap hingga alamat tempat tinggal atau tempat kerja  dalam rangka mempermalukan atau mengintimidasi pihak lain

Menurut psikolog Joice Manurung, ketika pengungkapan data pribadi itu dilakukan secara sengaja dan berulang-ulang untuk tujuan mempermalukan atau merendahkan objek, maka tindakan itu masuk kategori perundungan (bullying).

“Perilaku yang diulang untuk tujuan mempermalukan atau merendahkan orang lain… jadi kalau memang dia disengaja dan diulang-ulang, untuk tujuan mempermalukan ya masuk dalam perundungan,” ujar Joice

Lebih jauh, Joice menambahkan bahwa pelaku doxing tidak hanya bisa dianggap bermasalah dari perspektif sosial atau psikologis, tetapi juga berisiko terjerat hukum apabila tindakan mereka merusak reputasi, kepercayaan publik, atau berkaitan dengan privasi dan data pribadi.

Perihal hukum, menurut pakar dari Universitas Airlangga, tindakan doxing dapat termasuk dalam kerangka kejahatan siber (cybercrime). Terdapat aturan dalam Undang‑Undang Nomor 11 Tahun 2008 jo. Undang‑Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), serta Undang‑Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi yang bisa digunakan sebagai landasan hukum.

Dampak terhadap korban pun tak bisa dianggap enteng. Studi yang dimuat oleh National Library of Medicine menunjukkan bahwa hampir semua jenis pengungkapan data pribadi yang dilakukan secara publik berpotensi menimbulkan kecemasan, stres, dan depresi pada korban

Sumber: Detikhealth

berita selengkapnya anda bisa akses melalui : aruna9news.com