Sering Mager dan Makan Junk Food, Risiko Depresi Bisa Meningkat

Gaya hidup malas bergerak (mager) dan kebiasaan mengonsumsi junk food disebut dapat meningkatkan risiko gangguan kesehatan mental, termasuk depresi. Hal ini terungkap dari sejumlah penelitian yang menyoroti hubungan antara pola makan tidak sehat, minim aktivitas fisik, dan penurunan suasana hati. Fenomena ini kian marak di masyarakat perkotaan, terutama di kalangan generasi muda yang aktivitas hariannya banyak dihabiskan di depan layar gawai.
Para ahli menjelaskan, makanan cepat saji dan ultra-proses cenderung tinggi gula, garam, serta lemak jenuh, namun rendah nutrisi penting yang dibutuhkan tubuh dan otak. Konsumsi junk food secara berlebihan dapat memengaruhi keseimbangan hormon dan neurotransmitter yang berperan dalam mengatur emosi. Jika dibarengi dengan gaya hidup sedentari atau jarang bergerak, risiko stres berkepanjangan hingga depresi disebut semakin meningkat.
Selain pola makan, kebiasaan mager juga dinilai berkontribusi pada menurunnya kesehatan mental. Kurangnya aktivitas fisik membuat tubuh jarang memproduksi endorfin, hormon yang membantu memperbaiki suasana hati. Tak hanya itu, penggunaan ponsel dan media sosial secara berlebihan juga dikaitkan dengan meningkatnya rasa cemas dan isolasi sosial, yang menjadi faktor pemicu gangguan mental.
Untuk mencegah dampak negatif tersebut, masyarakat disarankan mulai menerapkan gaya hidup lebih aktif dan pola makan seimbang. Mengurangi konsumsi junk food, memperbanyak asupan sayur dan buah, serta rutin melakukan aktivitas fisik ringan seperti berjalan kaki dinilai efektif menjaga kesehatan mental. Topik seperti dampak junk food terhadap depresi, bahaya mager bagi kesehatan mental, dan pola hidup sehat untuk cegah depresi kini menjadi perhatian penting seiring meningkatnya kesadaran akan kesehatan mental.
sumber: CNA
berita selengkapnya bisa anda lihat di aruna9news.com











