TKDN Dilonggarkan, Apakah Industri Elektronik Nasional Akan Berkembang atau Tergerus?

Usulan Presiden Prabowo Subianto untuk melonggarkan aturan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) serta menyederhanakan proses impor dinilai sebagai langkah strategis menghadapi tekanan global, khususnya dari kebijakan tarif impor Amerika Serikat. Namun, kebijakan ini membawa dampak yang beragam bagi industri elektronik nasional—baik dari sisi keuntungan maupun potensi kerugian jangka panjang.

Dalam pernyataannya pada forum Silaturahmi Ekonomi Bersama Presiden RI di Jakarta, Prabowo menegaskan pentingnya bersikap realistis dalam menghadapi tantangan ekonomi dunia. Ia menilai bahwa kebijakan TKDN, meskipun dilandasi semangat nasionalisme, tidak boleh menghambat daya saing dan efisiensi industri lokal, termasuk sektor elektronik yang sangat bergantung pada komponen berteknologi tinggi dari luar negeri.

Keuntungan Bagi Perusahaan Elektronik

Bagi sejumlah perusahaan elektronik di Indonesia seperti Polytron, Panasonic Gobel Indonesia, dan Hartono Istana Teknologi (pemilik brand Akari), kebijakan pelonggaran ini membawa peluang besar untuk mengakses komponen dan teknologi mutakhir dari luar negeri. Hal ini dinilai mampu meningkatkan kualitas produk dan mempercepat inovasi.

“Selama ini, keterbatasan dalam mendapatkan komponen berkualitas internasional menjadi tantangan utama bagi perusahaan lokal. Dengan pelonggaran aturan impor, kami bisa meningkatkan standar produksi dan memperluas pasar,” ungkap salah satu eksekutif dari industri elektronik nasional.

Selain itu, fleksibilitas regulasi juga diyakini mampu menarik investasi asing ke sektor elektronik Indonesia. Investor akan lebih tertarik menanamkan modal jika rantai pasok tidak lagi dibebani aturan non-tarif seperti kuota, karantina ganda, atau pertimbangan teknis yang berbelit.

Risiko dan Kerugian yang Mengintai

Meski demikian, kebijakan ini tidak lepas dari potensi kerugian, terutama bagi pelaku industri komponen lokal yang baru tumbuh. Pelonggaran impor dikhawatirkan akan menurunkan permintaan terhadap produk dalam negeri, sehingga menghambat pengembangan industri komponen elektronik nasional.

“Jika tidak dibarengi dengan perlindungan dan insentif bagi produsen lokal, maka industri komponen kita bisa kalah bersaing dengan produk asing yang masuk lebih murah,” ujar seorang pengamat industri dari Lembaga Riset Teknologi dan Industri (LRTI).

Selain itu, muncul kekhawatiran bahwa ketergantungan terhadap impor akan meningkat. Jika suatu saat terjadi perubahan drastis dalam kebijakan perdagangan global atau gangguan distribusi internasional, Indonesia bisa mengalami kendala besar dalam rantai pasok teknologi.

Tantangan Persaingan Pasar

Kebijakan ini juga berpotensi menciptakan persaingan yang tidak seimbang di pasar domestik. Produk-produk impor dengan harga lebih murah bisa membanjiri pasar, sementara produk lokal yang belum memiliki efisiensi produksi tinggi akan semakin tertinggal.

Perusahaan lokal dituntut untuk berbenah dan meningkatkan efisiensi serta kualitas produk agar mampu bersaing. Pemerintah juga diharapkan tetap memberikan dukungan berupa insentif fiskal, pelatihan SDM, serta penguatan ekosistem riset dan pengembangan.

Menuju Keseimbangan Baru

Meski penuh tantangan, kebijakan pelonggaran TKDN dan impor ini dapat menjadi momentum penting untuk mendorong pertumbuhan industri elektronik berbasis teknologi di Indonesia. Namun, perlu ada keseimbangan antara kemudahan akses terhadap teknologi global dan perlindungan terhadap industri lokal.

Dengan strategi yang tepat, Indonesia bisa menempatkan diri bukan hanya sebagai pasar, tetapi juga pemain penting dalam rantai pasok global sektor elektronik.

“Kita harus membuka pintu terhadap teknologi dan inovasi, tapi jangan lupa membangun fondasi industri nasional yang kokoh,” tutup Prabowo dalam pidatonya.

Sumber : Katadata.co.id

Berita selengkapnya dapat Anda akses melalui aruna9news.com

Leave A Comment