Bumi Kehilangan Triliunan Ton Air pada Abad Ini
Pada awal abad ke-21, Bumi mengalami kehilangan air dalam jumlah besar yang tersimpan di daratan, baik dalam bentuk air tanah, danau, sungai, maupun kelembapan tanah.
Berdasarkan penelitian yang dipublikasikan dalam jurnal Science pada 28 Maret, penurunan drastis ini dipicu oleh meningkatnya suhu di permukaan darat dan laut, yang kemudian memperparah kejadian kekeringan secara global. Menurut ahli geofisika Ki-Weon Seo dari Seoul National University dan timnya, tren ini diperkirakan akan terus berlanjut seiring dengan pemanasan global yang terus meningkat.
Dikutip dari Science News pada Senin (21/4/2025), tim peneliti memanfaatkan berbagai pendekatan untuk meneliti kehilangan air daratan selama periode 2000 hingga 2020.
Metode yang digunakan mencakup pengukuran gravitasi satelit, pemantauan kelembapan tanah dari luar angkasa, perhitungan kenaikan permukaan laut secara global, hingga pengamatan pergeseran rotasi Bumi yang disebabkan oleh distribusi massa air.
Hasil studi menunjukkan adanya penurunan signifikan dalam cadangan air darat sejak awal abad ini. Antara tahun 2005 dan 2015 saja, sekitar 1,3 triliun metrik ton air hilang—jumlah yang cukup untuk menyebabkan kenaikan permukaan laut global sebesar 3,5 milimeter.
Yang paling mencemaskan adalah berkurangnya kelembapan tanah, yang memiliki dampak besar terhadap kekeringan.
Bahkan, pada periode 2000 hingga 2002, terjadi penyusutan kelembapan tanah sekitar 1,6 triliun ton, yang memberikan kontribusi tahunan terhadap kenaikan permukaan laut lebih besar daripada mencairnya lapisan es Greenland saat itu.
Walaupun laju kehilangan air sedikit menurun setelah penurunan besar di awal abad, total kehilangan air antara 2003 dan 2016 masih tinggi, yakni sekitar 1 triliun ton.
Faktor utama dari fenomena ini adalah peningkatan suhu global yang memengaruhi pola hujan dan meningkatkan proses penguapan serta transpirasi (pelepasan uap air dari tumbuhan).
Akibatnya, meski hujan bisa turun dalam intensitas tinggi, airnya cenderung tidak diserap tanah dan langsung mengalir ke laut.
Ilmuwan lingkungan Katharine Jacobs dari University of Arizona menyatakan bahwa akibat pemanasan global, wilayah-wilayah yang mengalami pengeringan kini lebih luas dibandingkan daerah yang menerima tambahan curah hujan.
Di sisi lain, permintaan air tanah juga meningkat. Banyak pengelola sumber daya air belum menyadari bahwa pengambilan air tanah turut menyumbang pada kenaikan permukaan laut dan bahkan memengaruhi kemiringan sumbu Bumi.
Oleh karena itu, penting untuk menggabungkan berbagai data agar dampak ini lebih terlihat secara menyeluruh.
Sumber : kompas.com
Berita selengkapnya dapat anda akses melalui aruna9news.com